Kamis, 17 Maret 2011

KESELAMATAN KERJA

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan & proses pengolahannya, landasan tempat kerja & lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.Keselamatan kerja menyangkut segenap proses produksi distribusi baik barang maupun jasa.Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tak terduga & tidak diharapkan yang terjadi pada waktu bekerja pada perusahaan. Tak terduga, oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan.
Tujuan Keselamatan Kerja
Tujuan keselamatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup & meningkatan produksi & produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara & dipergunakan secara aman & efisien.
Tidak hanya upah besar yang mejadi tolok ukur dalam menentukan jenis pekerjaan. Keselamatan kerja adalah hal yang seharusnya juga menjadi prioritas. Apalah artinya gaji yang besar jika keselamatan diri tergadaikan? Bukankah kita tidak akan menikmatinya jika nyawa atau kesehatan kita terancam?
Perlu Anda ketahui, dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja antara lain:
• Perilaku yang tidak aman dan
• Kondisi lingkungan yang tidak aman
Meski demikian, berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi hingga menyebabkan keselamatan kerja terganggu, hingga saat ini lebih diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman dengan factor sebagai berikut:
1. Sembrono dan tidak hati - hati
2. Tidak mematuhi peraturan
3. Tidak mengikuti standar prosedur kerja
4. Tidak memakai alat pelindung diri
5. Kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan, seperti bencana alam. Faktor lain yang mengganggu keselamatan kerja 24% disebabkan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% karena perilaku yang tidak aman.
Tentu saja, cara yang paling efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.
Oleh karena itu, harus diambil tindakan yang tepat terhadap tenaga kerja dan perlengkapan, agar tenaga kerja memiliki konsep keselamatan dan kesehatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.
Terkait keselamatan kerja, faktor penyebab berbahaya yang paling sering ditemukan antara lain adalah :
1. Bahaya jenis kimia: terhirup atau terjadinya kontak antara kulit dengan cairan metal, cairan non-metal, hidrokarbon dan abu, gas, uap steam, asap dan embun yang beracun.
2. Bahaya jenis fisika: lingkungan yang bertemperatur panas dan dingin, lingkungan yang beradiasi pengion dan non pengion, bising, vibrasi dan tekanan udara yang tidak normal.
3. Bahaya yang mengancam manusia dikarenakan jenis proyek: pencahayaan dan penerangan yang kurang, bahaya dari pengangkutan, dan bahaya yg ditimbulkan oleh peralatan.
Adapun cara pengendalian ancaman bahaya kesehatan kerja adalah :
1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan, menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.
2. Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan kesehatan dan keselamatan kerja, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan, membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistem penangganan darurat.
Pencegahan Kecelakaan Akibat Kerja
Kelakaan-kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan:
1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi-kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, kontruksi, perwatan & pemeliharaan, pengwasan, pengujian, & cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha & buruh, latihan, supervisi medis, PPPK, & pemeriksaan kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu penetapan standar-standar resmi, setengah mati atau tak resmi mengenai misalnya kontruksi yang memnuhi syarat-syarat keselamatan jenis-jenis peralatan industri tertentu, praktek-praktek keselamatan & hygiene umum, atau alat-alat perlindungan diri.
3. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang diwajibkan.
4. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat & ciri-ciri bahan-bahan yang berbahaya, penyelidikan tentang pagar pengaman, pengujian alat-alat perlindungan diri, penelitian tentang pencegahan peledakan gas & debu, atau penelaahan tentang bahan-bahan & desain paling tepat untuk tambang-tambang pengangkat & peralatan pengangkat lainnya.
5. Riset medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis & patologis faktor-faktor lingkungan & teknologis, & keadaan-keadaan fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Penelitian psikologis, yaitu penyelidikan tentang pola-pola kejiwaan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.
Berdasarkan UU Perlindungan Tenaga Kerja dan Kecelakaan Kerja, pemilik usaha pada saat mulai memakai tenaga kerja, harus membantu tenaga kerjanya untuk mendaftar keikutsertaan asuransi tenaga kerja, demi menjamin keselamatan kerja.
Selain itu, setelah terjadi kecelakaan kerja, pemilik usaha wajib memberikan subsidi kecelakaan kerja. Apabila pemilik usaha tidak mendaftarkan tenaga kerjanya ikut serta asuransi tenaga kerja sesuai dengan UU Standar Ketenagakerjaan, maka pemilik usaha akan dikenakan denda.
Dasar Hukum
* UU no.13/2003
Pasal 86
(1) Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas:
a. Keselamatan & kesehatan kerja
b. Moral & kesusilaan
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat & martabat manusia
d. untuk melindungi keselamatan kerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya K3.
(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) & ayat (2) dilaksanakn sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
* UU no.14/1969
Pasal 9
Tiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas:
1. Keselamatan
2. Kesehatan
3. kesusilaan
4. pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia & moral agama
Pasal 10
Pemerintah membina norma perlindungan tenaga kerja yang meliputi :
1. Norma keselamatan kerja
2. Norma kesehatan kerja
3. Norma kerja
4. Pemberian ganti kerugian, perawatan & rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja
* UU no.1/1970
1. Agar pekerja & setiap orang lainnya yang berada ditempat kerja selalu berada dalam keadaan sehat & selamat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai & digunakan secara aman & efisien.
3. Agar proses produksi berjalan secara lancar tanpa hambatan.
* UU no.3/1992
1. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja & pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
2. Jaminan kecelakaan kerja
Tenaga kerja yang tertimpa kecelakaan kerja berhak menerima jaminan kecelakaan kerja meliputi:
1. Biaya pengangkutan.
2. Biaya pemeriksaan pengobatan dan/atau perawatan.
3. Biaya rehabilitasi.
4. Santunan berupa uang meliputi :
a. Santunan sementara tidak mampu bekerja.
b. Santunan cacat sebagian untuk selamanya.
c. Santunan cacat total untuk selamanya baik fisik maupun mental.
d. Santunan kematian

PARADIGMA HUKUM PERBURUHAN

Pada dasarnya hukum perburuhan di Indonesia termasuk kedalam bagian dari hukum perdata yang ada di Indonesia. Namun pada perkembangannya hukum perburuhan mengalami banyak perubahan dan pernyempurnaan yang pada akhirnya dapat diatur di dalam UU No.1 1951 tentang hubungan kerja, serta dalam menyelesaian perselisihan perburuhan dengan perusahaan, hubungan ketenagakerjaan, dan lain-lain yang berkaitan dengan pokok-pokok perburuhan yang berlaku di Indonesia.

Kalau kita membicarakan tentang paradigma Hukum Perburuhan di Indonesia, terdapat tiga topik utama permasalahannya, yaitu

- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan
- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Filsafat Hukum Perburuhan
- Permasalahan Hukum Perburuhan dilihat dari Ilmu Pengertian Hukum Perburuhan.

Ditinjau dari Ilmu Kaedah Hukum Perburuhan,permasalahan Hukum Perburuhan mencakup Jenis Kaedah Hukum Perburuhan, dalam hal ini :

a. Kaedah Heteronom.
Heteronom, dimana semua peraturan-peraturan perburuhan ditetapkan oleh pemerintah. Akan tetapi jika ketentuan hubungan kerja tersebut tidak dibuat langsung oleh pihak terkait, lebih kurang akan terjadi penyimpangan Penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan dimungkinkan dengan syarat bahwa penyimpangan tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai ketentuan dalam kaedah heteronom itu sendiri.

b. Kaedah Otonom.
Otonom yang berarti ketentuan atau syarat-syarat hubungan kerja yang dijalin, diluar antar pihak terkait. dalam suatu hubungan kerja. Pihak ketiga yang paling dominan di sini adalah Pemerintah.

Nilai lebih tinggi atau tidak tergantung pada apakah ketentuan tersebut lebih menguntungkan kepada buruh atu tidak. Lebih lanjut, permasalahan Hukum Perburuhan dapat dilihat dari Ilmu Pengetahuan Hukum Perburuhan yang pada hakekatnya mencakup hal – hal tersebut di bawah ini :

- Masyarakat Hukum
- Hak dan Kewajiban Hukum
- Hubungan Hukum
- Peristiwa Hukum
- Obyek Hukum




Masyarakat Hukum yang diatur oleh Hukum Perburuhan merupakan masyarakat yang terdiri dari unsur – unsur sebagai berikut :
- Buruh
- Organisasi Perburuhan
- Pengusaha
- Pemerintah

Jika dilihat dari segi Filsafatnya hukum perburuhan tak lepas dari keserasian nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam dunia usaha, kemajuan yang dicapai perusahaan sedapat mungkin dinikmati baik oleh buruh maupun pengusaha secara proporsional. Dengan keahklakan yang dimiliki oleh para pekerja diharapkan kemajuan yang dicapai perusahaan dapat dinikmati bersama antara buruh dan pengusaha. Norma lain yang bisa kita lihat adalah bahwa pengusaha maupun buruh memiliki nilai kebebasan masing – masing dalam menggunakan hak maupun dalam melaksanakan kewajibannya.
Ada beberapa macam faham yang mempengaruhi hubungan perburuhan yang berlaku di suatu negara, antara lain :
1. Faham Liberalisme
Faham ini memberikan kebebasan mutlak kepada individu. Disini individu ditempatkan diatas masyarakat. Oleh karena itu berdasarkan faham ini, campur tangan pemeirntah dalam suatu hubungan perburuhan diupayakan sekecil mungkin. Sehingga penggunaan hak mogok maupun lock out dapat digunakan secara bebas, sejalan dengan kebebasan individu yang mutlak.
2. Faham Marxisme
Berbeda dengan faham liberalisme, faham ini justru menempatkan masyarakat di atas kepentingan individu. Di sini individu tidak memiliki kebebasan. Di lain pihak untuk mencapai masyarakat sosialis, berdasarkan marxisme, maka pertentangan klas justru dijadikan alat untuk mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu klas pekerja dipertentangkan dengan klas pengusaha agar tidak ada lagi klas diantara mereka. Dengan demikian, mogok dijadikan alat untuk mempertentangkan klas buruh dengan klas pengusaha.
Ditinjau dari Filsafat Hukum, maka permasalahan Hukum Perburuhan berkaitan dengan dasar – dasar filsafah pembentukan suatu kaedah Hukum Perburuhan. Pada hakekatnya dasar – dasar falsafah pembentukan suatu kaedah hukum tidak terlepas dari masalah keserasian antinomi / nilai – nilai yang ada dalam masyarakat. Pasangan antinomi/nilai yang menjadi dasar pembentukan suatu kaedah pada hakikatnya bertumbu pada suatu tujuan untuk menciptakan keadilan. Pasangan – pasangan antinomi yang juga digunakan untuk memberikan dasar pembetnukan Hukum Perburuhan antara lain :

1) Kebendaan dan Keahklakan Dalam dunia usaha, kemajuan yang dicapai perusahaan sedapat mungkin dinikmati baik oleh burh maupun pengusaha secara proporsional. Melalui keserasian antara nilai kebendaan dan keahklakan diharapkan kemajuan yang dicapai perusahaan dapat dinikmati bersama antara buruh dan pengusaha. Penekanan pada nilai kebendaan akan memperlihatkan sifat ketamakan terhadap benda sehingga dapat melupakan orang lain yang ikut berpartisipasi dalam memperoleh benda sekalipun (materialistis).
2) Kebendaan dan KetertibanDalam pelaksanaan hubugnan perburuhan, baik pengusaha maupun buruh masing – masing memiliki nilai kebebasan dalam menggunakan hak maupun dalam melaksanakan kewajibannya. Penekanan pada nilai kebebasan akan menimbulkan anarki dan melanggar hak pihak lainnya. Sebaliknya penekanan pada nilai ketertiban akan menimbulkan sikap otoriter dan dapat menghambat terciptanya keadilan. Oleh karena itu, keserasian antara nilai kebebasan dan nilai ketertiban mutlak harus diciptakan demi terciptanya keadilan. Dalam Hukum Perburuhan tercermin dari pengaturan mogok sebagai mana diatur dalam UU No. 22 Tahun 1957.
3) Kemampuan dan KesempatanDalam hubungan perburuhan, antara nilai kemampuan dan kesempatan harus mencapai titik keserasian. Hal ini dimaksudkan untuk mencpaai titik suatu keadaan dimana tidak ada kemampuanburuh yang tidak terpakai. Demikian pula tidak ada kesempatan yang terisi oleh orang yang sebenarnya tidak mampu.
4) Kelestarian dan Kebaruan Pelaksanaan hubungan perburuhan akan selalu terpengaruh oleh situasi dan kondisi kehidupan masyarakat. Dalam keadaan demikian, diharapkan hubungan industrial dapat dipertahankan selanggeng mungkin dan bahkan secara luwes dapat mengikuti perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.
5) Kekinian dan Kemasadepanan Untuk menjamin yuridis dan sosiologi hubungan kerja yang tumbuh antara buruh dengan pengusaha.
Di Indonesia pada awal kemerdekaan tahun 1950 – 1960, hubungan perburuhan diwarnai oleh kedua faham tersebut diatas, sehingga intensitas mogok pada waktu itu cukup tinggi. Hal ini menimbulkan reaksi dan perintah untuk melarang kegiatan mogok.
Dalam perkembangan selanjutnya, dalam rangka memperkecil intensitas pemogokan, pemerintah mendorong tercapainya konsensus nasional, di mana pola hubungan perburuhan dijadikan model hubungan perburuhan yang berlaku di Indonesia.


Hubungan kerja yang timbul antara buruh dengan pengusaha pada hakikatnya dapat dilihat dari 2 (dua) aspek, antara lain :
1. Aspek Yuridis
Dari Aspek Yuridis kedudukan buruh dan pengusaha adalah sama, mereka sama di depan hukum (equality before the law). Hal ini sejalan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945.
2. Aspek Sosiologis
Dari Aspek Sosiologis, kita tidak dapat menutup mata bahwa dengan ditanda-tanganinya perjanjian kerja, maka buruh tidak bebas lagi. Dengan mengikat diri pada perjanjian berarti buruh buruh menjual tenaganya. Karena itu buruh akan mengikuti kemana tenaganya di butuhkan pengusaha. Selama 7 jam, ia terikat untuk bekerja dan stand-by di perusahaan.
Padahal di lain pihak, di depan hukum mereka adalah sama. Disamping itu, meskipun secara individu buruh berada di pihak yang lemah, namun secara kolektif mereka bisa memiliki kekuatan yang cukup kuat dapat menekan pihak pengusaha dalam upaya melindungi dirinya dari tekanan pengusaha. Dua kepentingan yang berbeda antara buruh dan pengusaha menjadi sumber timbulnya konflik antara mereka.
Sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak akan menggunakan senjatanya (mogok untuk buruh) dan (Lock-out untuk pengusaha) untuk menekan pihak lainnya dalam mencapai tujuannya.
Hak dan Kewajiban Hukum yang diatur oleh Hukum Perburuhan meliputi :
1. Hak dan Kewajiban Buruh,
misalnya : menerima ganti rugi kecelakaan kerja dan wajib mengenakan alat – alat keselamatan kerja.
2. Hak dan Kewajiban Organisasi Perburuhan,
mislanya : hak berunding (negosiasi) dan memelihara kedamaian.
3. Hak dan Kewajiban pengusaha,
misalnya : memperoleh hasil pekerjaan buruh dan wajib membayar upah buruh.
4. Hal dan Kewajiban Pemerintah,
misalnya : memaksakan kepada pengusahauntuk meminta izin pemutusan hubungan kerja terhadap buruhnya dan wajib mengawasi pelaksanaan peraturan
Dilihat dari Peristiwa Hukum yang terjadi dalam hubungan kerja maka dapat dibedakan :
1. Peristiwa Hukum dalam arti Perilaku Hukum, misalnya : membayar uang pesangon, memutuskan hubungan kerja dan sebagainya.
2. Peristiwa Hukum dalam arti Kejadian Hukum, misalnya : kecelakaan kerj, pensiun, kematian buruh dan sebagainya.
3. Peristiwa Hukum dalam arti Keadaan Hukum, misalnya : bekerja pada malam hari, bekerja setelah jam kerja dan sebagainya.
Akhirnya yang menjadi Obyek Hukum perburuhan pada hakekatnya berkaitan dengan hal – hal sebagai berikut :
1. Terpenuhinya pelaksanaan sanksi hukuman, baik yang bersifat administratif maupun bersifat pidana sebagai akibat dilanggarnya suatu ketentuan dalam peraturan perundang – undangan.
2. Terpenuhinya ganti rugi bagi pihak yang dirugikan sebagai akibat wanprestasi yang dilakukan oleh pihak lainnya terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati.